Selasa, 03 November 2009

KONFLIK KPK VS POLISI MAKIN PANAS


Konflik KPK vs Polri

Cicak Kok Mau Melawan Buaya
ISU tak sedap menerjang Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji. Telepon genggamnya disadap oleh penegak hukum lain. Penyadapan itu diduga terkait dengan penanganan kasus Bank Century.
Susno menyatakan dirinya tak marah atas penyadapan itu. ”Saya hanya menyesalkan,” ujarnya. Siapa penyadapnya, ia tak mau buka mulut. Lulusan Akademi Kepolisian 1977 ini menyebut penyadapan itu sebagai tindakan bodoh. Sehingga, ujarnya, ia justru sengaja mempermainkan para penyadap dengan cara berbicara sesuka hati.
Sebelumnya, polisi memeriksa Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah lantaran disebut-sebut melakukan penyadapan tak sesuai prosedur dan ketentuan. Pemeriksaan Chandra dituding sebagai upaya polisi untuk melumpuhkan komisi yang galak terhadap koruptor itu. Apa yang terjadi sebenarnya? Pekan lalu, wartawan Tempo Anne L. Handayani, Ramidi, dan Wahyu Dhyatmika menemui Susno Duadji di ruang kerjanya untuk sebuah wawancara. Berikut petikan wawancara tersebut.

Polisi dituduh hendak menggoyang KPK karena memeriksa pimpinan KPK dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang penyadapan. Komentar Anda?
Kalangan pers harus mencermati, apakah karena dia (Chandra Hamzah) pimpinan KPK lalu ada masalah seperti ini tidak disidik. Katanya, asas hukum kita, semua sama di muka hukum. Jelek sekali polisi kalau ada orang melanggar undang-undang lalu dibiarkan. Kami sudah berupaya netral dan menjadi polisi profesional.

Apa memang ditemukan penyalahgunaan wewenang untuk penyadapan itu?
Saya tidak mengatakan penyalahgunaan atau apa. Silakan masyarakat menilai. Menurut aturan, yang boleh disadap itu orang yang dalam penyidikan korupsi. Kalau Rhani Juliani, apa itu korupsi? Dia bukan pengusaha, bukan pegawai negeri, bukan juga rekanan dari perusahaan. Kalau korupsi, korupsi apa, harus jelas.

Tapi sikap Anda ini dinilai menggembosi KPK?
Kalau kami mau menggembosi itu gampang. Tarik semua personel polisi, jaksa. Nanti sore juga bisa gembos. Lalu Komisi III nggak usah beri anggaran. Kami berteriak-teriak ini supaya baik republik ini.

Kami mendapat informasi, saat diperiksa Antasari membeberkan keburukan pimpinan KPK yang lain.
Saya tidak tahu, tanya ke Antasari. Lha, sekarang kalau pimpinannya yang mengatakan lembaga itu bobrok, berarti parah, dong. Dia kan yang paling tahu. Dia kan pimpinannya.

Ada kesan polisi dan KPK justru berkompetisi, bukan bersinergi. Benar?
Tidak, yang melahirkan KPK itu polisi dan jaksa. Saya anggota tim perancang undang-undang (KPK). Kami sangat mendukung. Tapi karena opini yang dibentuk salah, seolah-olah jadi pesaing. Padahal 125 personel yang melakukan penangkapan dan penyelidikan (di KPK) itu kan personel polisi. Penuntutnya juga dari kejaksaan. Kalau nggak gitu, ya matek (mati) mereka. Jadi, tak benar jika dikatakan ada persaingan

Anda, kabarnya, juga akan ditangkap tim KPK karena terkait kasus Bank Century?
Ah, ya enggak, itu kan dibesar-besarkan. Mau disergap, timbul pertanyaan siapa yang mau menyergap. Mereka kan anak buah saya. Kalau bukan mereka, siapa yang mau nangkap? Makanya, Kabareskrim itu dipilih orang baik, agar tidak ditangkap.

Kalau penyidik KPK yang menangkap?
Mana berani dia nangkap?


Karena adanya berita itu, Anda katanya marah sekali sehingga kemudian memanggil semua polisi yang bertugas di KPK?
Tidak, saya tidak marah. Mereka kan anak buah saya. Mereka pasti memberi tahu saya. Saya cuma kasih tahu kepada mereka, gunakan kewenangan itu dengan baik.

Apa benar Anda minta imbalan untuk penerbitan surat kepada Bank Century agar mencairkan uang Boedi Sampoerno?
Imbalan apa? Apanya yang dikeluarkan? Semua akan dibayar, kok. Bank itu tidak mati, semua aset diakui dan ada. Terus apa lagi yang mesti diurus? Yang perlu diurus, uang yang dilarikan Robert Tantular itu.

Jadi, apa konteksnya saat itu Anda mengirim surat ke Bank Century?
Konteksnya, saya minta jangan dicairkan dulu rekening yang besar-besar. Kami teliti dulu. Paling besar kan punya Boedi Sampoerna, nilainya triliunan rupiah. Kami periksa dulu, kenapa Boedi Sampoerna awalnya nggak mau melaporkan.

Menurut Anda, kenapa ada pihak yang berprasangka negatif kepada Anda?
Kalau orang berprasangka, saya tidak boleh marah, karena kedudukan ini (Kabareskrim) memang strategis. Tetapi saya menyesal, kok masih ada orang yang goblok. Gimana tidak goblok, sesuatu yang tidak mungkin bisa ia kerjakan kok dicari-cari. Jika dibandingkan, ibaratnya, di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya. Apakah buaya marah? Enggak, cuma menyesal. Cicaknya masih bodoh saja. Kita itu yang memintarkan, tapi kok sekian tahun nggak pinter-pinter. Dikasih kekuasaan kok malah mencari sesuatu yang nggak akan dapat apa-apa.









KISRUH Polri versus KPK terus memanas, mendekati titik kulminasi. Para pakar melihat jika polisi tidak hati-hati dalam menangani polemik penetapan tersangka Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, kredibilitas intitusi Polri sekaligus Kapolri jelas menjadi taruhan.
Pers menangkap pernyataan jernih dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memberikan tenggat waktu sepekan kepada Kapolri Bambang Hendarso Danuri untuk segera menyelesaikan masalah sangkaan suap Chandra-Bibit. Sedangkan publik berharap masalah ini segera diatasi, agar tidak menimbulkan kesan dua penegak hukum dilanda konflik.
Sejauh ini Mabes Polri dianggap tidak memiliki alat bukti dan saksi yang menguatkan dugaan pemerasan. Selain itu, Polri dinilai tidak konsisten dalam pemidanaan Bibit dan Chandra.
Tuduhan Polri bahwa Chandra dan Bibit memeras dan menerima suap paling tidak harus disertai dua saksi yang melihat secara langsung plus alat bukti. Misalnya, berupa tanda terima hitam di atas putih.
Pada kasus ini, tidak ada alat bukti yang sah. Karena itu, masuk akal jika ada pihak-pihak yang menyerukan agar kasus pemeriksaan Bibit dan Chandra itu dihentikan. Apalagi informasi yang diberikan saksi tidak akurat dan berubah-ubah. Soal tanggal penerimaan uang suap, misalnya, Chandra disebut menerima pada 27 Februari 2009, lalu 15 April 2009. Ada juga yang menyebut sekitar Maret. Mana yang benar? Kita tidak tahu. Semua perlu kejelasan.
Sebelumnya, Kabareskrim Susno Duadji diduga terkait dengan pengusutan kasus Bank Century. Kabarnya, KPK menyadap Susno dalam kasus itu. Berbagai kalangan, termasuk purnawirawan polisi, mendesak agar Susno Duadji dinonaktifkan untuk memperjelas kasus tersebut.
Tim kuasa hukum KPK sudah melaporkan soal itu ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Tim itu mengadukan telah terjadi tindak pidana pelanggaran yang dilakukan Kabareskrim terkait pasal 6 tentang penyidikan untuk kepentingan pribadi. Hal itu telah mengubah pemidanaan materiil dan pemaksaan dilakukannya penyidikan oleh polisi.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri (BHD) menyatakan bahwa Bibit dan Chandra terlibat pemerasan terhadap Anggoro Widjojo dan penerimaan suap. Mereka disebut-sebut menerima suap dalam rangka penyelesaian kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) yang melibatkan PT Masaro Radiokom (perusahaan Anggoro) dan Departemen Kehutanan.
Kapolri menjelaskan, dasar penyidikan bukan semata testimoni. Tapi laporan resmi yang diterima kepolisian dari Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar.
Tetapi, kuasa hukum Antasari Azhar, Ari Yusuf Amir, justru menampik pernyataan BHD. Menurut Ari Yusuf, laporan dan testimoni Antasari tidak murni dilakukan atas kemauan tersangka dalam kasus pembunuhan Dirut PT Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen itu.
Maka terjadilah carut-marut seputar isu KPK versus Polri itu. Akhirnya kasusnya makin memanas. Publik pun resah, karena sesama institusi, justru KPK dan Polri saling duel dan bersitegang.
Kita berharap ada jalan tengah mengatasi kemelut antara KPK dan Polri agar kepercayaan publik kembali dibangun. Agar kepastian hukum dan rasa aman kembali dirasakan. Situasi ini tak boleh berlarut dan harus segera diakhiri.
Sinyal dari Wapres Jusuf Kalla dan Presiden SBY agar masalah itu diselesaikan secara terukur, rapi dan baik, harus menjadi perhatian Polri dan KPK pula. Bangsa dan negara sedang menunggu penyelesaian kasus KPK dan Polri itu secepatnya, sebab kepercayaan publik menjadi taruhannya. [mor]